13 Februari 2018

Lokakarya Optimasi Elearning dan Psikofinansial Khittah Dosen

12 pebruari kemarin untuk ke-4 kalinya saya mengundang para penerima hibah elearning IDB 7in1 untuk me-selfmotivating dan mencharge mendandani mata kuliah daring mereka. Seharusnya ada 18 perwakilan penerima hibah yang datang, tetapi sudah lumayan yang hadir lebih dari 2/3 nya. Materi yang diberikan (narasumber saya sendiri dan presentasi e-matkul oleh salah seorang peserta), yakni tentang evaluasi kuliah daring dan kebijakan Unesa, serta materi vicon dan transfer hingga ke SPADA Dikti.

Salah satu kendala paling hot adalah masih belum 100% pulihnya LMS Unesa gara-gara virus wannacry sebagaimana postingan saya sebelumnya. Dari sisi pelaksanaan lokakarya yang dikomandoni Bu Meini Sondang P3AI LP3M, jaringan internet Lantai 4 LP3M yang di bawah standar lancar (perlu kontak Bu Wiyli Kepala PPTI Unesa untuk memperlancar beberapa venue pelatihan di Unesa). Pak Alim selaku admin IT yang saat itu sedang di hotel papilio terkait integrasi LMS 7 in 1 dalam rangka persiapan video conference pak Dirjen Belmawa sekitar pertengahan Maret untuk memonitor penyelenggaraan elearing IDB 7in1. Terlepas dari beberapa kekurangan itu, peserta antusias mendiskusikan kendala pelaksanaan e-matkul mereka yang selain terkendala wannacry attack, juga permasalahan rancangan strategis elearningisasi Unesa dan masalah "psikofinansial".

Psikofinansial yang saya maksud lebih dalam arti beban kerja dan reward yang didapat. Pak Danang misalnya, menyoal tentang kebijakan maksimal pemanfaatan 4 kali kuliah daring untuk bisa digunakan sebagai pengganti kuliah reguler di Unesa, vis a vis 15 pertemuan yang bisa tercover ke dalam beberapa topik di e-matkul untuk menyiapkan perkuliahan bagi mahasiswa non-Unesa. Atau saya sendiri (dan Pak Bowo) yang - karena merangkap sebagai Sekjur/kaprodi - dalam beberapa event seperti pelaksanaan lokakarya ini tidak terlalu berharap untuk mendapatkan insentif remunerasi. Secara strategis, Unesa memang sudah mempunyai SK Rektor tentang pelaksanaan Elearning ini, tetapi tentu di lapangan ada berbagai pertanyaan di benak para dosen terkait beban dan rewardnya, selain karena di SK itu tidak detil membahas itu, juga karena ber-elearning itu bukan tugas sampingan/bonus bagi dosen tetapi masih tergolong tugas pokok dosen, khususnya di bidang pendidikan.

Wakil Rektor Bidang Akademik Unesa, Yuni Rahayu, sebenarnya sangat memperhatikan hal-hal seperti ini. Tidak tanggung-tanggung, Unesa menjanjikan Rp 5 juta rupiah untuk setiap e-matkul di semester ini yang terbagi untuk 5 e-matkul per Prodi (padahal Prodi Unesa saat saya menulis ini sudah mencapai lebih dari 70 Prodi). Hibah ini sudah dijadikan kontrak kinerja Rektor Unesa bersama Kemenristekdikti. Belum lagi dukungan intensif terhadap berbagai program kerja yang saya ajukan ke WR 1 itu.

Oke, karena sudah mendekati waktu sholat, ini kesimpulan strategis saya:

  1. Berkuliah daring adalah tugas pokok dosen.
  2. Karena itu tantangannya bagaimana membuat dosen membuat elearning untuk setiap mata kuliahnya.
  3. Online course dibuat full (bukan hanya 4 topik), meskipun mungkin hanya dipakai untuk lingkup internal mahasiswa Unesa.
  4. LMS vi-learn.unesa.ac.id perlu diperhatikan keamanan dan/atau kenyamanannya bagi dosen dan mahasiswa. Ini bisa melibatkan peralatan dan uang.
  5. Unesa bisa mewabahkan elearningisasi melalui skema insentif 5 jutaan ini.
  6. Perlu segera penyelesaian panduan elearning jilid 2.
  7. Reward bagi dosen di luar skema hibah, adalah rubrik remunerasi dan syukur-syukur bantuan cash.
  8. Pegiat (di SK namanya Tim Pengelola Elearning), harus diperhatikan kewenangan, fungsi, dan hak-haknya.
  9. Selain ke Kepala P3AI, saya perlu koordinasi WR1 dalam rangka menggolkan "wabah" poin 5 di atas secara strategis dan cerdas.
Sekian sik.