26 Mei 2008

Dehumanisasi Sbg Resultan Birokrasi Pendidikan

Pendidikan itu memanusiakan manusia. Itu kataku dengan menyitir Paulo Freire tentang Conscientizacao, dan apalah aku, ketika berhadapan dengan realitas guru - yang notabene adalah tokoh pelestari semangat kreativitas ilmiah paling grassroot - vis a vis gurita lembaga kapitalis yang menyeruak di relung sendi pendidikan tanah air. Sitiranku diperunyam dengan fakta seputar ribuan gedung sekolah rusak, detak jantung UAN, sampai sindiran "sekolah berkelas internasional tapi tak berkelas rakyat". Memanusiakan manusia adalah menghargai keunikan yang holistik: ya rasionya, ya hati perasaannya, ya spiritualitas-mistiknya, ya ototnya, ke-Aku-annyalah..!
Semester kemarin aku ngajar di D4 Kebidanan Dr Soetomo matakuliah Humaniora dan Filsafat Ilmu. Melalui mata kuliah itu aku ikut belajar bahwa humaniora memang semakin terpinggirkan, tetapi ibu ilmu menangisinya. Pendidikan dan ilmu sama-sama kehilangan separuh nafasnya ketika humaniora pamit tersingkir. Siapa sih yang menyingkirkan? Sistem pendidikan formal yg menurutku paling bertanggungjawab. Dan itu memanifestasi dalam birokrasi pendidikan yang berwajah bolah ruwet. Ruwet dengan neoliberalis-kapitalis: "orang miskin dilarang masuk kampus". (eit.. omong2, ini BBM dah 2 hari naik tapi aku belum mood merefleksinya).
Ketika wajah kemanusiaan pendidikan tersamar dan beralih wujud jadi robot atau cyber creature, teknologi dan ilmu dengan pongah akan menjamah dan mengotori kemurahan alam pada manusia. Karena segelintir policy maker, jadilah yang lain korban kebiadaban ciptaan "orang-orang pandai".
Menurutku, filsafat harus bangkit dari keterlenaan sok "rigorous" yang menjadikannya kering dan tak lagi philein sophos..
menurutku, alienasi ilmu dan pendidikan dari humanioranya akan mendekatkan pada dehumanisasi massal yang makin mencekik kepemimpinan manusia atas alam..
Tapi,
Toh Tuhan sudah bosan dengan kita, kata Ebiet G Ade.

Tidak ada komentar: