19 Januari 2025

KISAH CINTA QURANI

 Aku cinta quran, tapi tidak fasih apalagu hapal. Beberapa hari pasca kecelakaan yarif anakku (17/1/2025) disela2 kesana sini ngurus bantuan korban, terselip rasa rindu teramat sangat untuk mengharu biru berdoa ke Tuhan. Dia adalah Kunci segala2nya, Maha Rahman-Rahim, apa saja di bawah kuasanya, apalagi aq dan rejeki (anak,istri, pns dll). Mohon maaf Tuhan, lama kulalaikan.

Saat ini aq nulai lagi nulis, semoga awet jadi dosen penulis (,,juga peneliti sih), direstart hari ini. hehe



12 Agustus 2024

Duit

 Terakhir kulampirkan surat berobat dokter dengan harapan kemudahan. Belum ada jawaban.

25 Februari 2024

February 24th

Pebruari pertengahan itu, awalnya, tidak ada yang membuatku tertarik ikut....

Tapi kemudian, kesabaran surya - salah satu genk - membuatku teratarik. Ikut mulai awal "mengcapture serial yang berjalan (yang saya ingat serial DIA) yang ditayangkan juga di SCTV. Mulai dengan capture 3 video dari serial itu, lalau dapat komisi. 150 ribu dengan modal 100 ribu (untung 50). Lalu berlanjut keasyikanku menggunakan telegram di hp samsung a51 dan PC, menerusakan sampai bermodal 400 ribu, Menyenangkan dapat 550 rb @endingnya. Lalu aku nekad makai 5.500.000 rupiah....

31 Mei 2023

Tentara Darat

 Semula Dijawab: Sebenarnya apa itu resimen, batalyon? Terkadang ditambah dengan kavelari, infanteri, artileri, dan lainnya. Selain itu mengapa terkadang membuat 20 batalyon daripada menjadikannya 1 divisi? Apa tugas mereka? Istilah asing apalagi yang ada?

DISCLAIMER: Jawaban saya akan berorientasi ke TNI-AD mengikuti pertanyaan yang diberikan.

Secara umum TNI-AD terbagi ke dalam 3 satuan besar, yaitu:

  • Satuan tempur (Satpur):
    • Infanteri (Inf.): Pasukan jalan kaki yang memiliki julukan The Queen of Battlefield karena menjadi tulang punggung TNI-AD maupun tentara negara/kerajaan manapun di dunia. Terdapat 5 spesialisasi dari kecabangan ini, yaitu:
      • Infanteri: Pasukan infanteri reguler yang menggunakan baret hijau terang.
      • Infanteri Mekanis: Pasukan infanteri yang dimobilisasi menggunakan APC dan IFV.
      • Infanteri raider: Pasukan infanteri yang memiliki kualifikasi raider atau pemusnahan wilayah agar tidak dapat dikuasai musuh.
      • Infanteri raider mekanis: Pasukan infanteri raider yang dimobilisasi dan digunakan untuk operasi pertempuran kota.
      • Infanteri para raider: Pasukan infanteri raider yang diturunkan dalam medan pertempuran dengan cara diterjunkan.

Prajurit infanteri reguler menggunakan baret hijau terang dengan lambang Yudha Wastu Pramuka

    • Kavaleri (Kav.): Pasukan yang berfungsi menjadi pendobrak dan pembuka jalan bagi Infanteri di medan pertempuran. Istilah kavaleri merujuk pada pasukan berkuda, tetapi dalam perkembangannya kavaleri mulai menggunakan kendaraan lapis baja.
    • Artileri Medan (Arm.): Pasukan yang bertugas untuk memberi bantuan dan merusak wilayah musuh menggunakan tembakan jarak jauh.

Jajaran MLRS Atros milik Yon Armed 1 Kostrad

    • Artileri Pertahanan Udara (Arh.): Bertugas untuk menangkis serangan udara dan mempertahankan objek darat dari pengrusakan.

Salah satu rudal yang digunakan oleh Arhanud

  • Satuan bantuan tempur (Satbanpur):
    • Zeni (Czi.): Pasukan ini dibagi menjadi 2 bagian, yaitu Zeni Tempur dan Zeni Konstruksi. Akan tetapi tugas utama dari kedua bagian tersebut sama-sama untuk memperluas gerak kawan dan mempersempit gerak lawan dengan melakukan konstruksi maupun demolisi sarana dan prasarana tempur seperti jembatan dan jalan.
    • Penerbang (Cpn.): Memiliki tugas sebagai mobil udara, menembak target dibalik bukit, serta pengintaian udara menggunakan helikopter.
    • Peralatan (Cpl.): Kesatuan yang memiliki tugas utama untuk merawat dan menguji peralatan tempur.
    • Perhubungan (Chb.): Memiliki fungsi utama untuk menyampaikan dan menjaga informasi sebaik mungkin kepada kesatuan-kesatuan tempur.
  • Satuan bantuan administrasi (Satbanmin):
    • Polisi Militer (Cpm.): Memiliki tugas utama membantu kesatuan lain dalam hal administrasi dan pengurusan hukum militer.
    • Ajudan Jenderal (Caj.): Bertugas untuk mengurus administrasi militer maupun PNS serta urusan lainnya.
    • Pembekalan Angkutan (Cba.): Kesatuan ini bertugas untuk menyediakan pelayanan persediaan logistik tempur dan angkutan perang.
    • Topografi (Ctp.): Memiliki fungsi utama membuat peta tempur dan kepengurusan topografi.
    • Kesehatan Militer (Ckm.): Kesatuan ini memiliki tugas utama menjaga dan membina kesehatan prajurit.
    • Keuangan (Cku.): Kesatuan yang mengurusi administrasi keuangan militer.
    • Hukum (Chk.): Memiliki fungsi utama membina hukum dan menyelenggarakan peradilan militer di lingkungan TNI-AD.

TNI menjalankan tugasnya mengikuti rantai komando (chain of command), yakni perintah dan instruksi yang diberikan secara bertingkat dari atas ke bawah. Di dalam pelaksanaannya, rantai komando ini menciptakan satuan-satuan untuk menjalankan rantai komando tadi, yaitu:

  • Divisi: Kesatuan militer yang terdiri dari beberapa batalyon dan memiliki satuan tempur beserta unsur-unsur pendukungnya, yaitu satuan bantuan tempur dan satuan bantuan administrasi, yang berada dalam garis komando divisi tersebut. Di Indonesia terdapat 3 divisi yang ketiganya berada di bawah Kostrad, yaitu Divisi Infanteri 1/Kostrad, Divisi Infanteri 2/Kostrad, dan Divisi Infanteri 3/Kostrad. Dipimpin oleh seorang panglima divisi berpangkat Mayor Jenderal.
  • Brigade: Satuan yang dipimpin oleh seorang Komandan Brigade berpangkat Kolonel ini relatif besar karena terdiri dari beberapa batalyon yang dapat menjadi bagian dari komando yang lebih besar maupun berdiri sendiri. Di Indonesia terdapat 20 brigade yang hanya dimiliki oleh infanteri yang dibagi menjadi 2, yaitu:
    • Berdasarkan garis komando di bawah Kodam dan Divisi Kostrad seperti Brigif 15/Kujang II dan Brigif 20/Ima Jayakeramo.
    • Berdasarkan kualifikasi yaitu Brigif Para Raider dan Brigif Mekanis seperti Brigif Para Raider 17/Kujang I dan Brigif Mekanis 1/Jaya Sakti.
  • Resimen: Satuan yang berada di bawah divisi dan terdiri dari sekitar 3-4 batalyon. Resimen yang ada di TNI-AD antara lain, Resimen Artileri Medan 2 (bagian dari Divif 1/Kostrad) dan Resimen Zeni Konstruksi (bagian dari Direktorat Zeni Angkatan Darat). Dipimpin oleh seorang Komandan Resimen berpangkat Kolonel.
  • Batalyon: Merupakan satuan di bawah resimen yang umumnya terdiri dari 3-4 kompi/baterai (sebutan untuk kompi di dalam kecabangan artileri). Batalyon yang terdapat di TNI-AD antara lain, Batalyon Infanteri 121/Macan Kumbang, Batalyon Kavaleri 1/Tank Badak Ceta Cakti, Batalyon 812 Kopassus, dan batalyon lainnya. Dipimpin oleh seorang Komandan Batalyon berpangkat Mayor atau Letnan Kolonel.
  • Kompi/baterai: Satuan yang dipimpin seorang Komandan Kompi berpangkat kapten dan berada di bawah batalyon ini biasanya terdiri dari 3–4 peleton. Dalam satuan infanteri, ada tiga macam kompi yang disesuaikan dengan tugas dan fungsinya, yaitu Kompi Senapan, Kompi Markas, dan Kompi Bantuan. Selain itu di dalam TNI-AD terdapat kompi yang berdiri sendiri yang tidak langsung berada di bawah sebuah batalyon tetapi di bawah divisi, brigade, atau komando teritorial yang antara lain: Kompi Penjinakan Bahan Peledak di bawah Direktorat Zeni AD, Kompi Kavaleri Panser di bawah beberapa Kodam, Kompi Kesehatan, Kompi Kavaleri Intai, dan kompi lainnya.
  • Peleton: Biasanya dipimpin oleh seorang komandan peleton berpangkat Letnan Dua yang baru lulus Akademi Militer. Terdiri atas 2–4 regu.
  • Regu: Satuan terkecil di dalam TNI-AD yang terdiri dari sekitar 7 prajurit.

23 Mei 2023

Get well soon my self

 As title mention, now i am still sick. 

Three years my eye can't see clearly because retinopthy hipertency that i suffer. Almost all my activities does not running very well...

03 September 2021

MENS SANA IN CORPORE SANO (?)

Mens Sana In Corpore Sano (a sound mind in a healthy body), di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Kalimat itu di populerkan oleh Jhon Hulley pimpinan liverpool Inggris. Dia menggunakan semboyan klasik itu sebagai motto untuk Klub Atletik Liverpool pada 1861. Kalimat ujaran dan ajaran hidup sehat klasik tersebut menjadi salah satu motto pendidikan bagi para pelajar dan masyarakat Inggris, dan saat ini menyebar ke seluruh penjuru belahan dunia, tidak terkecuali negeri kita tercinta Indonesia. Ujaran kesehatan klasik tersebut pertama kali ditemukan melalui sebuah karya sastra seorang pujangga romawi kuno Decimus Lunius Juvenalis dalam karya sastranya yang kondang bertajuk Satire X, di abad kedua masehi. Secara utuh, adagium latin ini berbunyi Orandum Est Ut Sit Mensana Incorpore Sano Artinya, marilah kita berdoa semoga di dalam tubuh yang sehat terdapat pula jiwa yang sehat. Sayang, kalimat itu terpotong sehingga maknanya menjadi tak lengkap. Marilah kita berdoa (Orandum Est Ut Sit), kata inilah yang hilang.

"Bos Kejahatan Al Capone tahun 1930" (https://en.wikipedia.org/wiki/Al_Capone). Dianggap Robin Hood modern karena sumbangannya ke berbagai badan amal, namun juga membantai tujuh saingan gang di siang hari bolong.  

Dalam wikipedia disebutkan berbagai pengguanaan di kalangan militer, ilmuwan, bahkan politik. John Locke seorang filsuf abad ke 17 menggunakan kalimat itu untuk menyokong berbagai dokumen filofisnya tentang empirisme. Di pelajaran sekolah Indonesia, kalimat Latin ini sering dipakai untuk mensugesti pentingnya pendidikan jasmani dalam mendukung pencerdasan semua hal.Industri olahraga mengeksploitir semboyan men sana in corpore sano (di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat) sebagai slogan utama promosi penjualan produk perlengkapan olahraga. Kesehatan ragawi diberhalakan sehingga jauh lebih penting ketimbang kesehatan batin.

Stephen Hawking seorang fisikawan tersohor abad 20 dan 21 ini, seolah membuktikan ketidaksinkronan pendapat itu. Duduk di kursi roda karena ketidakseimbangan gerak motoriknya dengan alat bantu percakapan, sosoknya diyakini sebagai jenius di bidang fisika teoritis sekaligus menumbangkan keyakinan mens sana in corpore sano ini. Hawking hanya satu contoh yang mewakili pendapat sebaliknya: kecerdasan atau jiwa sehat bisa berada di tubuh sakit, Sakit dalam hal ini diartikan luas termasuk kecacatan fisik, Sebaliknya, Hitler di awal-awal abad ke-20 mewakili pendapat kontraproduktif lain bahwa jiwa sakit berada dalam badan sehat. Pembunuhan Yahudi dan kamp siksaannya menjadi contoh pendukung. Terlalu mudah memberi contoh pendapat ketidaksinkronan mens sana in corpore sano di kehidupan yang dialami sehari-hari. Salahkah?

Sebagai latar belakang filosofis di masanya, di Romawi Kuno, tentu penghargaan tubuh yang diistimewakan dalam pembentukan jiwa yang prima, memang beralasan. Beberapa lukisan ilustratif penghargaan tubuh ideal sebagai cita-cita umumnya masyarakat waktu itu (bahkan hingga jauh ke masa sekarang) memiliki amunisi "teori" pembenaran yang memadai. Beberapa teori atau filsafat berbeda juga cukup banyak, misalnya ungkapan "tubuh adalah penjara bagi jiwa" atau "tubuh adalah makam bagi jiwa".

Paham hedonisme yang sering dituduhkan di zaman ini bagi para pengejar kenikmatan badani, sebenarnya ada yang mengartikan hedonisme sebagai mengejar kenikmatan spiritual-jiwa. Pro kontra badan atau tubuh dan jiwa atau spiritual ini menjadi salah satu permasalahan klasik filsafat sepanjang jaman.
Al Capone, Hitler, dan penjahat sehat dengan jiwa yang sakit di satu sisi, kontradiksi dengan mialnya jenius Hawking berjiwa sehat tapi bertubuh sakit.Mari berhati-hati memberhalakan sudut pandang...

17 Maret 2019

Refleksi Review PKM 2019




Review Nasional PKM 2019

Made Pramono[1]

Jika rata-rata setiap reviewer mereview 160 judul PKM tahun 2019 ini, maka boleh kita berharap terpenuhinya ramalan ilmiah Indonesia Emas 2035. Bonus demografi yang menjanjikan jika ide-ide kreatif brilian bermunculan disertai kapasitas fasilitas yang optimum dari pemerintah dan/atau swasta. Kedigdayaan Indonesia memasuki Revolusi Industri 4.0 juga bisa terus dikerek hingga merah putih bertengger di Puncak Kejayaan kelas dunia, mengingat di antara ribuan PKM yang menumpuk di situs simbelmawa.ristekdikti.go.id  sejak awal tahun ini, banyak yang mengangkat tema link and match dunia pendidikan tinggi dengan dunia industri (termasuk sekolah, rumah sakit) yang menggunakan informasi, teknologi, dan komunikasi sebagai penghantarnya.

Asumsi bahwa ide-ide PKM adalah kreatif, seyogyanya juga diiringi pendampingan yang kreatif pula. Tidak hanya pendampingan program secara nasional oleh pemerintah khususnya belmawa (penyelenggaraan sosialisasi, monev, evaluasi), tetapi di tingkat sel pendampingan oleh alumni PIMNAS kepada adik-adiknya, dosen kepada tim bimbingannya, unit-unit di kampus terhadap dosen (calon) pembimbing dan mahasiswanya, serta koordinasi harmonis bidang penalaran dengan bidang-bidang yang lain di kampus (misalnya dengan bidang tata usaha terkait persuratan untuk kelancaran penugasan dosen).

Terlepas dari permasalahan persyaratan administratif yang masih cukup banyak di evaluasi tahap I, kecermatan reviewer diandalkan untuk memilah ide-ide orisinal kreatif dari ide-ide usang dan apalagi “ide-ide plagiasi”. Kecermatan ini terimplementasikan betul di Evaluasi Tahap 2 dengan penekanan pada karakteristik skim masing-masing yang meskipun tentu berbeda antar 1 skim dengan skim lainnya, tetapi rohnya tetap satu: kreativitas. 

Tulisan berikut membatasi eksplorasi kata-kata kunci PKM, meliputi:
1. Persyaratan administratif
2. Ide kreatif

Penulis tidak menyajikan data-data nasional, melainkan lebih mengangkat “pengalaman” individual, untuk perspektif terhadap “kondisi” PKM yang bisa jadi juga berbeda dengan belmawa atau reviewer lain.

Persyaratan Administratif: Kunci Pembuka
Tulisan ini tidak membicarakan kondisi dosen, tetapi khusus PKM bagi mahasiswa. Keduanya terhubung sebagai sistem yang bersinergis, tetapi limitasi tulisan ini hanya fokus pada implementasi di dunia mahasiswa.
Semua mahasiswa PKM setara. Secara terbuka penulis kurang setuju dengan asumsi itu dalam hal keteraksesan mereka terhadap informasi, peluang, dan perlakuan yang memang berbeda. Tidak hanya tentang Sumatera dan Papua, tetapi ini bisa terjadi dalam satu kampus antar Prodi. Prodi yang satu menonjol dan langganan banyak mengirim PKM, sementara Prodi yang lain nol (sekalipun PT berada di Jawa sebagai pusat negara).

Artinya, mahasiswa secara nasional memang berkesempatan dan berpeluang sama untuk menuai prestasi dalam PKM dan PIMNAS. Apalagi sistem daring yang dapat diakses secara mudah oleh mahasiswa yang diselenggarakan secara profesional dan kuat oleh tim IT belmawa. Meskipun demikian, persepsi dan motivasi tidak bisa dipastikan didapat secara sama oleh setiap PT, dan tentu juga oleh Prodi. Sosialisasi, koordinasi, dan penyamaan persepsi yang diselenggarakan Belmawa selama ini tentu sangat membantu mengurangi “jurang” ketidaksamaan itu. Tetapi karakter institusi mahasiswa juga mempengaruhi motivasi mahasiswa dalam menulis karya ilmiah dan dengan demikian juga persepsi terhadap PKM. Implementasi pendampingan di tahap unit-unit kecil di mana mahasiswa berada, juga berpengaruh.

Alhasil, sampai tahun ini upaya sosialisasi, penyamaan persepsi, atau evaluasi oleh Belmawa dan tindak lanjutnya berupa kebijakan, pendampingan, dan evaluasi oleh PT masih terus relevan untuk digelar. Salah satu fenomana yangmelatarbelakangi kegayutan acara-acara semacam itu adalah masih cukup banyak ide-ide kreatif mahasiswa yang “gagal sebelum memasuki marwah PKM”, dikarenakan ketidakcermatannya mahasiswa terhadap persyaratan administratif.

Belmawa melalui panduan PKM selalu menonjolkan informasi tentang “kunci pembuka” berupa lolos persyaratan administratif itu. Bahkan sejak dua tahun kemarin sudah ada mekanisme penyeleksian PKM terkait persyaratan administratif oleh internal PT. Di level nasional, juga ada tahapan khusus seleksi syarat administratif ini sebelum diseleksi tahap berikutnya hingga PIMNAS. Tidak ada kesalahan administratif sama sekali ketika PKM sudah sampai dikompetisikan di PIMNAS.

Memang “menggemaskan” bagi penulis ketika reviewer harus menggugurkan PKM (yang bisa jadi idenya orisinil dan kreatif) karena permasalahan scan atau crop tanda tangan yang menyalahi ketentuan (yang boleh jadi bukan dimaksudkan mahasiswa untuk curang). Reviewer perlu memahami hal-hal administratif seperti itu sebagai satu rangkaian dengan maksud “kreativitas” dari PKM. Kreativitas ilmiah berarti termasuk dilihat dari eliminasi kesalahan administratif.

Tidak hanya masalah tanda tangan, persoalan seperti tidak sesuainya jadual dan jumlah dana yang diusulkan di lembar pengesahan dengan rincian jadual dan total dana yang tertera di justifikasi anggaran bisa menggugurkan PKM. Ini menunjukkan kekurangtelitian mahasiswa yang cukup fatal sehingga menghasilkan nilai yang minimum di Evaluasi tahap I. Tetapi tidak melulu mahasiswa, dosen pembimbing juga terkadang bisa menggugurkan PKM bimbingannya karena – yang paling menonjol – riwayat hidup dosen tertulis diperuntukkan dalam rangka hibah penelitian dosen atau untuk skim PKM yang berbeda. Dengan demikian, upaya ide-ide kreasi ilmiah gugur bukan hanya karena mahasiswa, tetapi juga karena dosen pembimbingnya.
Bagaimana dengan sistem? Di antara dua pilihan antara tidak perlunya Tim Belmawa membuatkan semacam “template” daring agar kesalahan-kesalahan baik dari mahasiswa maupun dosen pembimbingnya tersebut bisa dieliminasi, ataukah perlunya “template”, penulis lebih setuju jika Tim Belmawa membentuk tim khusus melibatkan reviewer untuk membuat “template” yang accessible dalam rangka meminimalisir kesalahan administratif bagi ide PKM yang sebenarnya kreatif, orisinil, dan berguna untuk masyarakat saat ini dan nanti. Bahkan secara “ekstrim”, penulis membayangkan sistem terintegrasi di mana mahasiswa (dan dosen pembimbing) hanya tinggal memasukkan semua bagian naskah PKM secara terpisah dan daring. Misalnya ada kolom untuk halaman judul, kolom metode penelitian atau pelaksanaan, kolom untuk daftar pustaka dan kolom untuk lampiran sesuai skim di Simbelmawa.

“Template” ini harapan penulis bukan dilihat sebagai memanjakan mahasiswa, tetapi sebaiknya lebih dilihat sebagai upaya menonjolkan huruf “K” dalam “PKM”, yakni kreativitas dan meminimalisir upaya “pembersihan” kesalahan administratif seperti upaya berupa monev internal khusus persyaratan administratif atau evaluasi tahap I.  Memang dibutuhkan Tim IT yang handal, database yang kuat dan besar, serta akses jaringan yang lebih leluasa. Reviewer dengan “template” ini bisa fokus ke tulisan dan ide mahasiswa.

Kreatif dan Payungnya

Beberapa kali penulis mengikuti PIMNAS (pertama kali tahun 2010), sebagai dosen pembimbing maupun sebagai Tim Penalaran di Unesa. Salah satu pemikiran yang selalu muncul setelah menyaksikan perhelatan PIMNAS dengan berbagai ide kreatif yang bagus, hebat, dan futuristik, adalah pemikiran tentang keberlanjutan ide-ide ini. Bukan berhenti di “rak-rak” perpustakaan adalah harapan utama penulis, tetapi ada upaya entah itu komersialisasi, implementasi kebijakan, apapun yang tentu harus dengan menggandeng pihak lain, pemerintah (pusat hingga daerah) maupun swasta (perusahaan hingga petani kecil) bahkan jika dipandang perlu dengan lintas negara. Artinya, setelah PIMNAS, eman-eman jika ide/kreasi mahasiswa berhenti upaya implementasinya.

Tim Belmawa sudah mengusahakan hal itu melalui panduan PKM(misalnya PKM-T wajib mahasiswa menggandeng UKM) maupun upaya lain seperti undangan PIMNAS untuk berbagai kalangan. Simbelmawa juga secara komprehensif sudah menuangkan karakter kreatif melalui item-item penilaian setiap skim PKM. Beberapa mahasiswa (atau tim mahasiswa) juga sudah menunjukkan keberhasilannya dalam menindaklanjuti ide-ide PKM mereka misalnya ada yang menjadi pengusaha real estate, dan juga men-sinetron-kan ide PKM mereka. Hal ini tentu menjadi catatan keunggulan proses dan hasil dari PKM.

Tetapi sebagian besar alumni PIMNAS (apalagi alumni PKM non-PIMNAS) belum bisa beranjak dari pandangan linear “PKM hingga PIMNAS”. Seandainya mereka bersemangat menindaklajuti PKM mereka, kerap kali berhadapan dengan kebuntuan terkait peluang maupun faktor pendukung. Perjuangan mengawal ide bagi mereka ini berhenti di PIMNAS.

Gagasan penulis – jika belum ada/dibentuk - adalah adanya upaya komunikasi yang kontributif terhadap para alumni PIMNAS. Belmawa tentu membuka peran serta juga instansi lain, di pemerintahan maupun swasta yang memungkinkan tidak hanya mengalkulasi, mengklasifikasi, atau mendokumentasikan ide-ide PKM ini, tetapi juga membangun peluang konstruksif di masa-masa setelah PIMNAS, jangka pendek maupun jangka panjang.

Ide “tol bawah laut” misalnya, tergolong ide yang implementasinya jangka panjang. Ide “usaha tas dari jeans bekas” tergolong ide yang implementasinya jangka pendek. Alumni PIMNAS bisa terlibat secara pasif dan aktif di komunitas (online adalah pilihan terkini) di mana alumni PIMNAS bisa mendapatkan informasi, atau memberi informasi, menjalin jejaring, dan membangun kemungkinan implementasi yang jelas dan positif. Pelibatan tim belmawa bisa dibayangkan di komunitas itu sebagai “perantara” ide dari dan ke mahasiswa dengan pelibatan pihak-pihak lain.

Menjadi kreatif tidak berarti harus menciptakan sesuatu yang sama sekali baru. Ada jejaring epistemologis antar gagasan yang memungkinkan munculnya Horizon baru. Apabila horizon-horizon ini saling bersimbiosis secara mutualis, bukan omong kosong jika negara ini memiliki sumber daya manusia yang unggul dibandingkan negara lain khususnya dalam hal pengelolaan potensi menuju aktualisasi yang mendunia. Perlu upaya komunikasi konstruktif dan kontributif yang lebih bergema untuk para pejuang kreatif ini.

Quo Vadis PKM?

PKM adalah mercusuar bergengsi penulisan karya mahasiswa di tingkat nasional. Penyamaan persepsi dan kegiatan semacamnya perlu terus dilakukan untuk pertumbuhan dan pemerataan kemampuan menulis para mahasiswa menuju level tulisan ilmiah yang diakui dunia. PKM sekaligus telah menjadi kreator ide pemilihan tulisan mahasiswa yang kompetitif-prestatif.

Di Universitas Negeri Surabaya (Unesa) sudah tahun keempat ini untuk penyelenggaraan Kompetisi Ilmiah Mahasiswa Nasional (KIMNAS) di Fakultas Ekonomi. Penulis dua kali diundang menjadi juri, sehingga menyaksikan betapa ide-ide kreatif tingkat nasional sudah bisa dirasakan “aura”nya sejak mulai penilaian desk evaluation. Sewaktu 6 tahun penulis menjadi pembina Unit Kegiatan Ilmiah Mahasiswa, berbagai kegiatan penulisan ilmiah mahasiswa (dan siswa SMU) dikompetisikan. Selain itu, olahraga juga turut dibidik masyarakat akademik (khususnya yang memiliki lembaga pendidikan di bidang olahraga – seperti FIO tempat penulis bekerja). Lomba penulisan ilmiah mahasiswa untuk tema keolahragaan beberapa kali digelar lintas institusi, baik oleh Fakultas lintas universitas maupun oleh lmbaga asosiatif seperti Ikatan Mahasiswa Olahraga Indonesia (IMORI). Belum lagi tema koperasi, perdagangan, dan lain-lain. Semua kegiatan kompetisi penulisan ilmiah mahasiswa tersebut berada “di bawah bayang-bayang” PKM.

Semua mahasiswa punya peluang yang sama untuk berprestasi di PKM. Saat ini, PKM masih sangat relevan dengan kegiatan mahasiswa dengan titik tekan pada proses penalaran ilmiah yang unggul. Berbagai kegiatan peningkatan kuantitas dan kualitas PKM di instansi perguruan tinggi memang masih diperlukan, misalnya workshop, pelatihan, atau sosialisasi.

PKM akan terus diperlukan adanya untuk menghadapi masa depan.




[1] Dr. Made Pramono adalah dosen pada Fakultas Ilmu Olahraga Unesa, reviewer nasional PKM 2018 dan 2019